Jurnalistik berasal dari bahasa Belanda JOURNALISTIEK, artinya penyiaran catatan harian. Kata dasarnya “JURNAL” (journal), artinya laporan atau catatan, Ditelusur dari akar katanya diurna (Latin) =‘harian’, kemudian menjadi “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Jurnalistik bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu.
Tokoh pers Indonesia Adinegoro mendefinisikan jurnalistik sebagai kepandaian mengarang untuk memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Jurnalistik adalah tindakan diseminasi informasi, opini, dan hiburan untuk orang ramai (publik) yang sistematik dan dapat dipercaya kebenarannya melalui media komunikasi massa modern. (Roland E. Wolesely dan Laurence R. Campbell, 1949, dalam Exploring Journalism). Sedang tokoh pers Frasser Bond dalam bukunya An Introduction to Journalism (1961) menyatakan istilah jurnalistik mencakup semua bentuk penyebaran berita bersama komentarnya untuk mencapai orang banyak (publik). Semua kejadian asalkan sifatnya penting bagi publik dan semua pikiran, tindakan serta ide-ide, yang didorong oleh kejadian-kejadian tersebut, menjadi bahan pemberitaan bagi wartawan.
Berdasarkan media yang digunakannya saat ini, jurnalistik dibedakan menjadi jurnalistik cetak (print journalism), jurnalistik elektronik (electronic journalism), dan belakangan muncul istilah jurnalistikonline (online journalism).
Menurut J.B. Wahyudi, Mantan Kepala Seksi Monitor Siaran, Direktorat Televisi, jurnalistik radio dan televisi adalah : (1). Mengalami proses pemancaran/transmisi, (2) Isi pesan audio dapat didengar sekilas sewaktu ada siaran, (3) Tidak dapat diulang, (4). dapat menyajikan peristiwa/pendapat yang sedang terjadi, (5) dapat menyajikan pendapat (audio) narasumber secara langsung/orisinal, (6) penulisan dibatasi oleh detik, menit, dan jam, (7) makna berkala dibatasi oleh detik, menit, dan jam, (8) distribusi melalui pemancaran/transmisi, (9) bahasa yang digunakan formal dan non formal (bahasa tutur), dan (10) kalimat singkat, padat, sederhana, dan jelas.
Sejarah Televisi
Kemunculan siaran televisi pertama di dunia yang kemudian dipublikasikan secara luas adalah saat rapat pertama Dewan Keamanan PBB di New York, AS tahun 1946, dimana orang yang berada di luar ruang sidang bisa menyaksikan jalannya sidang. Peristiwa ini menjadi hal luar biasa dimana surat kabar-surat kabar dunia saat itu selain memuat hasil dari sidang Keamanan PBB juga memberitakan keampuhan media televisi tersebut. Meski sebanarnya televisi mulai bisa dinikmati oleh publik Amerika Serikat pada tahun 1939, saat berlangsungnya World’s Fair di New York. Tetapi Perang Dunia II menyebabkan kegiatan dalam bidang televisi itu terhenti.
Negara yang termasuk paling lama mengadakan eksperimen dalam bidang televisi adalah Inggris. John Loagie Baird, ilmuwan Inggris misalnya, telah mendemonstrasikan televisi tahun 1924. Sementara stasiun televisi berita Inggris, BBC, yang hingga kini menjadi salah satu organisasi televisi terbesar di dunia, telah melakukan uji coba siaran sejak tahun 1929, dimana kemudian hari jadi BBC ditetapkan tanggal 2 November 1936.
Di Asia, siaran televisi dimuali oleh Jepang pada tahun 1953. Dilanjutkan Filipina pada tahun yang sama, dan Thailand pada tahun 1955. Selanjutnya baru Indonesia dan Republik Cina tahun 1962, Singapura tahun 1963, yang kemudian disusul Malaysia.
Di Indonesia, siaran televisi dimulai tahun 1962, yang diusulkan oleh Menteri Penerangan RI saat itu R. Maladi. Untuk tahap awal media televisi digunakan untuk menyiarkan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta tgl 24 Agustus 1962. Stasiun televisi pertama di iIndonesia adalah TVRI.
Hinca Panjaitan membuat pembagian atau tahapan dalam perkembangan televisi pertama di Indonesia, dalam hal ini TVRI :
- Era Pembaruan Tahap I (3 Mei 1971 - 20 Agst 1986)
Keputusan Menpen No. 54 B/ KEO/menpen/1971 ttg penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia, memunculkan keinginan untuk mulai menata sistem penyelenggaraan penyiaran televisi diIndonesia, dilatarbelakangi perkembangan pesat pertelevisian di wilayah RI. Perlu pengaturan yang tegas tentang wewenang dan kebijaksanaan penyelenggaraan siaran televisi.
Dalam era ini siaran televisi dipahami sebagai siaran-siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap (dilihat dan didengarkan) oleh umum, baik dengan system pemancaran lewat gelombang-gelombang elektromagnetik maupun lewat kabel-kabel (television cable). Wewenang untuk penyelenggaraan siaran televisi hanya ada pada pemerintah, dalam hal ini Deppen, c.q. Direktorat Televisi/ Televisi Republik Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya Deppen membenarkan partisipasi pemerintah daerah atau instansi resmi lainnya di dalam investasi pembangunan prasarana pertelevisian di Indonesia sesuai pola yang disusun Deppen. Closed Circuit Television (CCTV) dalam era ini sudah dikenal untuk keperluan khusus, terutama keperluasn pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan pengaturan khusus dan mendapat izin terlebih dulu dari Deppen.
2. Era Pembaruan Tahap II (20 Agst 1986 – 20 Okt 1987).
Era ini ditandai dengan keluarnya Kepmenpen No. 167/B/KEP/MENPEN/1986 tentang penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia. Aturan baru ini sekaligus mengenalkan 5 hal baru di dunia pertelevisian Indonesia yaitu : siaran televisi, stasiun relai, antena parabola, sistem distribusi dan sistem closed circuit.
- Siaran televisi adalah siaran-siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap langsung untuk dilihat dan didengar oleh umum, melalui sistem pemancaran gelombang radio dan atau kabel maupun serat optik.
- Stasiun relai adalah stasiun yang meneruskan siaran televisi dari stasiun pemancar ke arah sasaran yang dituju.
- Antena parabola adalah perangkat telekomunikasi bukan milik TVRI atau penyelenggaran telekomunikasi untuk umum yang digunakan hanya untuk menerima siaran televisi yang dipancarkan melalui satelit.
- Sistem distribusi adalah sistem untuk menyebarluaskan siaran televisi dengan menggunakan stasiun pemancar ulang dan atau kabel maupun serat optik.
- Sistem closed sircuit adalah sistem penyiaran yang distribusinya melalui kabel dan atau serat optik untuk khalayak terbatas dalam 1 lingkungan bangunan tertentu, baik yang diterima dari acara televisi setempat dan atau melalui satelit maupun yang dihasilkan pemutaran kembali rekaman video atau film.
Meski aturan ini secara tegas menyatakan kewenangan menyelenggarakan siaran televise hanya ada pada pemerintah, tapi dalam pelaksanaannya Deppen masih dapat membenarkan partisipasi pemerintahan daerah atau instansi resmi lainnya dalam menunjang pembangunan sarana pertelevisian di Indonesia.
3. Era Pembaruan Tahap III (20 Okt 1987 – 24 Juli 1990).
Ditandai dengan keluarnya aturan main tentang Siaran Saluran Terbatas TVRI, dalam Kepmenpen RI No 190A/KEP/MENPEN/ 1987 tanggal 20 Oktober 1987. Dalam keputusan ini disebutkan Direktorat Televisi Depen selain menyelenggarakan Siaran Saluran Umum (SSU) juga memberi wewenang kepada Yayasan TVRI menyelenggarakan Siaran Saluran Terbatas (SST).
- SSU adalah siaran televisi yang ditangkap langsung oleh umum melalui pesawat penerima televisi biasa tanpa peralatan khusus.
- SST adalah siaran televisi yang hanya ditangkap pelanggan melalui pesawat penerima televisi biasa yang dilengkapi dengan peralatan khusus.
Dalam menyelenggarakan SST, sesuai kemampuan yang ada Yayasan TVRI dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan dan jangka waktu yang akan ditetapkan dalam perjanjian tersendiri. Namun pengoperasiannya tetap di bawah pengawasan dan pengendalian Yayasan TVRI. Hasil usaha SST dikelola Yayasan TVRI untukm enunjang operasional yayasan. Dalam acara SST bisa disisipkan siaranniaga atau iklan yang diutamakan untuk menunjang pembangunan nasional. Aturan ini menjadi kebijakan pertama yang memungkinkan pihak swasta melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia, atau berakhirnya monopoli TVRI dalam melaksanakan penyiaran.
Pihak swasta pertama yang diijinkan melalukan penyiaran televisi adalah adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia. Keluar izin prinsip dari DEPEN RI c.q. Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Oktober 1987 Nomor 557/DIR/TV/1987 untuk RCTI sebagai pihak swasta pertama yang diizinkan melakukan penyiaran televisi.
4. Era Pembaruan Tahap IV ( mulai 24 Juli 1990).
Era ini melatarbelakangi lahirnya empat stasiun televisi swasta, yakni SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar. Diawali dengan keluarnya Kepmenpen No 111/KEP/MENPEN/1990 tentang penyiaran televisi di Indonesia, yang kian membuka kran kemungkinan bagi pihak swasta untuk melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia.
Menyusul RCTI, secara berturut-turut kemudian izin penyelenggaraan SST diberikan kepada PT. Surya Citra Televisi (SCTV) di Surabaya dan sekitarnya pada 1 Agustus 1990 secara lokal, yang kemudian dengan keluarnya izin prinsip dari Deppen tanggal 30 Jan 1993, SCTV diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional, dengan ketentuan berkedudukan di Jakarta. Disusul kemudian keluar izin prinsip dari Deppen untuk PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia tanggal 1 Agustus 1990, dengan penyelenggaraan siaran kerjasama antara Yayasan TVRI dengan PT. CTPI tentang pelaksanaan siaran pendidikan Indonesia tanggal 16 Agustus 1990.
Izin prinsip Deppen c.q. Dirjen RTF untuk penyelenggaraan izin siaran nasional bagi PT.Cakrawala Andalas Televisi keluar pada tanggal 30 Januari 1993. Siaran nasional ANTV yang berkedudukan di Jakarta, dan merupakan siaran gabungan antara PT. Cakrawala Andalas Televisi Bandar Lampung dengan PT. Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi Palembang berlangsung setelah keluarnya izin prinsip Deppen tanggal 31 Desember 1991. Sementara itu PT. Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) adalah televisi swasta yang selanjutnya lahir yakni pada tanggal 18 Juni 1992.
Dalam penyajiannya, TVRI sebagai satu-satunya televisi saat itu bisa dibilang hanya menjadi alat propaganda atau corong pemerintah, alias public relations (PR) pemerintah. Paling tidak kkecenderungan ini tampak jelas pada masa pemerintahan Soeharto (masa Orde Baru). TVRI bisa dibilang telah gagal menjalankan peran dan misi sebagai TV publik, sebagaimana Inggris dengan BBC-nya; Jepang dengan NHK-nya; atau Australia dengan ABC-nya.
Masa Televisi Swasta
Jurnalistik televisi berkembang ketika televisi swasta pertama, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) menyajikan program berita pertamanya ”Seputar Indonesia”. Kemunculan acara ini seolah memberi warna baru dalam bentuk penyajian acara berita di televisi, dari semula condong ke Inggris (serius – “scowl… scwol… scwol…”) menjadi ke Amerika, (santai – “smile… smile…smile…” ). Sosok penyiar berita yang terkesan kaku dan serius, berubah menjadi lebih luwes, santai, tapi tetap berwibawa. Perkembangan lebih lanjut tampak jelas di awal paruh kedua era tahun 1980-an, dengan munculnya program berita ”Liputan 6 SCTV” seperti Liputan 6 pagi, Liputan 6 Siang dan Liputan 6 Petang, serta turunan program-program lainnya.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada periode tahun 1992 – 1996. Selain RCTI dan SCTV yang telah terlebih dulu eksis, stasiun televisi Anteve kemudian muncul dengan program berita harian “Cakrawala”, stasiun televisi Indosiar muncul dengan program berita harian ”Fokus”, dan stasiun televisi TPI dengan programb erita harian ”Lintas 5”, yang kemudian disusul dengan acara-acara berita turunan lainnya.
Jurnalistik televisi di Indonesia makin marak ketika sejumlah televisi swasta baru bermuncul selama 8-9 tahun terakhir, seperti Trans TV, TV7, Lativi, dan Metro TV. Stasiun televisi Metro TV milik Surya Paloh, bahkan mencatat sejarah baru dalam dunia jurnalistik televisi Indonesia, yakni dengan mengkhususkan diri sebagai stasiun televisi berita pertama di Indonesia; stasiun televisi yang –saat itu-- paling mengidentifikasikan diri sebagai ”CNN-nya Indonesia”.
Kehadiran Metro TV bisa disebut sebagai lompatan awal sejarah jurnalistik televisi di Indonesia. Berbeda dengan televisi lainnya yang rata-rata hanya memproduksi program berita (talk show, news magazine, documentary, maupun bulletins) rata-rata 3-5 jam per hari, untuk berbagai jenis karya jurnalistik tersebut, Metro TV memproduksi rata-rata 13 jam per hari. Semuanya diproduksi secara in house, artinya, jika televisi lainnnya hanya mengalokasikan 15-20% durasi berita per hari, Metro TV menyajikan 70% berita per hari.
Perkembangan program-program berita antar stasiun televisi swasta tersebut dengan sendirinya menciptakan situasi yang sangat kompetitif. Dialektika kompetisi antarprogram berita televisi ini kemudian melahirkan beragam format, variasi content, maupun penggunaan teknologi mutakhir dalam duinia broadcasting. Penggunaan teknologi mutakhir ini misalnya ditandai dengan digitalisasi pengiriman berita melalui video News Satelite Gathering (SNG) yang lebih compact, video streaming, G Wave yang bisa dioperasikan langsung oleh seorang reporter, editing laptop yang bisa digunakan langsung oleh seorang reporter/cameraman/editor yang memiliki kemampuan multi skill yang belakangan ini diberi label video journalis (vj). Penggunaan teknologi baru ini mengurangi peran microwave yang membutuhkan waktu dan tenaga manusia yang banyak untuk memungkinkan pengiriman gambar, karena pada saat yang bersamaan para provider satelit untuk up-link juga bertumbuh sangat cepat di berbagai kawasan.
Perkembangan teknologi pemberitaan ini juga ditandai dengan modernisasi news room system yang online, seperti ANN, I-News, ENPS, dan lain-lain. Kehadiran news room system yang baru ini menggusur Newstar yang kini tidak diproduksi lagi. Dalam perkembangannya selama 2 tahun terakhir, program-program berita televisi, khususnya televisi-televisi yang kuat secara financial tampak mulai meninggalkan semua sistem analog dan manual, dengan beralih ke dalam bentuk teknologi on line yang jauh lebih canggih, ”ringkas” dan super cepat, dengan tingkat presisi teknis yang juah lebih akurat. Kehadiran virtual set juga tidak hanya akan membuat sistem studio lebih ringkas tetapi juga lebih variatif dan hidup.
Perkembangan program berita televisi ini juga ditandai dengan kemajuan baru dalam bentuk sinergi content maupun sinergi sumberdaya manusia (SDM). Sinergi content misalnya terjadi antara KoranMedia Indonesia dengan Metro TV, Kompas dengan TV7, RCTI dengan Koran Sindo, atau J-TV dengan Koran Jawa Pos Group. Selain sinergi dengan koran, juga terjadi sinergi dengan Website, WAP, video streaming melalui internet dan lain-lain. Sinergi ini akan berdampak besar dalam peningkatan kinerja jurnalistik televisi baik content, packaging, maupun teknologinya seiring dengan perkembangan IT dunia yang berkembang sangat pesat tanpa henti. Orang akan mendekam di kamar untuk mencari berita melalui televisi, kontras dengan 10 tahun lalu, orang harus ke luar rumah untuk mencari koran agar mendapatkan berita terbaru.
Masa Reformasi Televisi
Proses produksi berita di ruang berita televisi swasta selama bulan Mei 1998 secara jelas diwarnai dan dilatarbelakangi oleh konstelasi ekonomi dan politik antar elemen yang terlibat di dalamnya. Pada awal Mei 1998, bentuk judul dan pilihan tema berita televisi swasta masih terkesan sangat hati-hati, terutama yang ukuran isinya secara tegas berlawanan dengan kebijakan pemerintahan Orba. Teks berita belum secara gamblang memberi porsi pada substansi peristiwa, melainkan hanya sebatas deskripsi peristiwa saja.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, judul dan tema berita televisi swasta baru berani menggunakan kebijakan framing dalam mengkonstruksi realitas yang terjadi dengan strategi de-legitimasi terhadap kekuasaan rezim Orba, pada minggu kedua Mei 1998. Hal ini ditandai dengan peristiwa Tragedi Mei 1998. Setelah terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998, judul dan tema berita televisi swasta saat itu mulai menunjukkan keberpihakan yang lebih jelas terhadap tuntutan gerakan reformasi. Bahkan teks televisi swasta seolah berlomba untuk tampil secara lebih jelas, gamblang dan dramatis.
Puncak keberanian penggambaran realitas melalui bentuk teks berita televisi swasta terjadi setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri yang menjadi momentum hilangnya segala pembatasan dalam memproduksi teks berita televisi swasta dalam bentuk apa pun.
Namun di masa reformasi, tekanan datang dari pemilik media melalui mekanisme market regulation untuk mengkreasi berbagai acara berita yang diinginkan oleh pasar. Karakter televisi sebagai entitas bisnis, saat ini kian mewarnai tampilan televisi. Dalam operasionalnya, televisi swasta banyak mencerminkan prinsip-prinsip ekonomi kapitalisme untuk mendorong perputaran roda ekonomi. Televisi dalam konteks ini menjadi sarana penjualan produk oleh produsen, dalam hal ini dengan melakukan proses reproduksi melalui iklan yang ditayangkan. Iklan merupakan sumber dana utama bagi televisi swasta untuk memproduksi program-program yang mengisi air-time-nya.
Pengamat pertelevisian Veven SP Wardhana menilai dari empat jenis utama siaran broadcast televisi (televisi komersial, televisi kabel, televisi pendidikan dan televisi pelayanan masyarakat), hanya dua jenis siarn televisi yang secara nyata berbisnis, yaitu televisi komersial dan televisi kabel. Definisi sederhana dari televisi berbisnis atau televisi komersial adalah menangguk pemasukan uang, bisa dari iklan atau dari pelanggan yang membayar iuran dan dekoder. ”Televisi di Indonesia pada akhir dan galibnya adalah televisi komersial. Ada bisnis di balik siaran-siarannya, macam apa pun nama dan format bisnis itu. Dia bisa bernama iklan. Dia bisa terang-terangan dia bisa diselubung-selubungkan.” (Wardhana, 1997).
Dalam perkembangannya sebanyak 11 stasiun televisi swasta saat ini terkesan menabuhkan genderang perang. Perang untuk memperebutkan kue iklan dengan menampilkan acara yang palingbanyak ditonton masyarakat. Berbagai acara diluncurkan untuk mendapatkan kue iklan. Lembaga pemeringkatan seperti AC Nielsesn pun laku keras, dan dijadikan semacam patokan bagi para pemasang iklan televisi.
Budi Utami, MSi