Tampilkan postingan dengan label Jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jurnalistik. Tampilkan semua postingan

JURNALISTIK TELEVISI DI INDONESIA

Jurnalistik berasal dari bahasa Belanda JOURNALISTIEK, artinya penyiaran catatan harian. Kata dasarnya “JURNAL” (journal), artinya laporan atau catatan, Ditelusur dari akar katanya diurna (Latin) =‘harian’, kemudian menjadi “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Jurnalistik bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu.

Tokoh pers Indonesia Adinegoro mendefinisikan jurnalistik sebagai kepandaian mengarang untuk memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Jurnalistik adalah tindakan diseminasi informasi, opini, dan hiburan untuk orang ramai (publik) yang sistematik dan dapat dipercaya kebenarannya melalui media komunikasi massa modern. (Roland E. Wolesely dan Laurence R. Campbell, 1949, dalam Exploring Journalism). Sedang tokoh pers Frasser Bond dalam bukunya An Introduction to Journalism (1961) menyatakan istilah jurnalistik mencakup semua bentuk penyebaran berita bersama komentarnya untuk mencapai orang banyak (publik). Semua kejadian asalkan sifatnya penting bagi publik dan semua pikiran, tindakan serta ide-ide, yang didorong oleh kejadian-kejadian tersebut, menjadi bahan pemberitaan bagi wartawan. image

Berdasarkan media yang digunakannya saat ini, jurnalistik dibedakan menjadi jurnalistik cetak (print journalism), jurnalistik elektronik (electronic journalism), dan belakangan muncul istilah jurnalistikonline (online journalism).

Menurut J.B. Wahyudi, Mantan Kepala Seksi Monitor Siaran, Direktorat Televisi,  jurnalistik radio dan televisi adalah : (1). Mengalami proses pemancaran/transmisi, (2) Isi pesan audio dapat didengar sekilas sewaktu ada siaran, (3) Tidak dapat diulang, (4). dapat menyajikan peristiwa/pendapat yang sedang terjadi, (5) dapat menyajikan pendapat (audio) narasumber secara langsung/orisinal, (6) penulisan dibatasi oleh detik, menit, dan jam, (7) makna berkala dibatasi oleh detik, menit, dan jam, (8) distribusi melalui pemancaran/transmisi, (9) bahasa yang digunakan formal dan non formal (bahasa tutur), dan (10) kalimat singkat, padat, sederhana, dan jelas.

Sejarah Televisi

Kemunculan siaran televisi pertama di dunia yang kemudian dipublikasikan secara luas adalah saat rapat pertama Dewan Keamanan PBB di New York, AS tahun 1946, dimana orang yang berada di luar ruang sidang bisa menyaksikan jalannya sidang. Peristiwa ini menjadi hal luar biasa dimana surat kabar-surat kabar dunia saat itu selain memuat hasil dari sidang Keamanan PBB juga memberitakan keampuhan media televisi tersebut. Meski sebanarnya televisi mulai bisa dinikmati oleh publik Amerika Serikat pada tahun 1939, saat berlangsungnya World’s Fair di New York. Tetapi Perang Dunia II menyebabkan kegiatan dalam bidang televisi itu terhenti.

Negara yang termasuk paling lama mengadakan eksperimen dalam bidang televisi adalah Inggris. John Loagie Baird, ilmuwan Inggris misalnya, telah mendemonstrasikan televisi tahun 1924. Sementara stasiun televisi berita Inggris, BBC, yang hingga kini menjadi salah satu organisasi televisi terbesar di dunia, telah melakukan uji coba siaran sejak tahun 1929, dimana kemudian hari jadi BBC ditetapkan tanggal 2 November 1936.

Di Asia, siaran televisi dimuali oleh Jepang pada tahun 1953. Dilanjutkan Filipina pada tahun yang sama, dan Thailand pada tahun 1955. Selanjutnya baru Indonesia dan Republik Cina tahun 1962, Singapura tahun 1963, yang kemudian disusul Malaysia.

Di Indonesia, siaran televisi dimulai tahun 1962, yang diusulkan oleh Menteri Penerangan RI saat itu R. Maladi. Untuk tahap awal media televisi digunakan untuk menyiarkan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta tgl 24 Agustus 1962. Stasiun televisi pertama di iIndonesia adalah TVRI.

Hinca Panjaitan membuat pembagian atau tahapan dalam perkembangan televisi pertama di Indonesia, dalam hal ini TVRI :

  1. Era Pembaruan Tahap I (3 Mei 1971 - 20 Agst 1986)

Keputusan Menpen No. 54 B/ KEO/menpen/1971 ttg penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia, memunculkan keinginan untuk mulai menata sistem penyelenggaraan penyiaran televisi diIndonesia, dilatarbelakangi perkembangan pesat pertelevisian di wilayah RI. Perlu pengaturan yang tegas tentang wewenang dan kebijaksanaan penyelenggaraan siaran televisi.

Dalam era ini siaran televisi dipahami sebagai siaran-siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap (dilihat dan didengarkan) oleh umum, baik dengan system pemancaran lewat gelombang-gelombang elektromagnetik maupun lewat kabel-kabel (television cable). Wewenang untuk penyelenggaraan siaran televisi hanya ada pada pemerintah, dalam hal ini Deppen, c.q. Direktorat Televisi/ Televisi Republik Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya Deppen membenarkan partisipasi pemerintah daerah atau instansi resmi lainnya di dalam investasi pembangunan prasarana pertelevisian di Indonesia sesuai pola yang disusun Deppen. Closed Circuit Television (CCTV) dalam era ini sudah dikenal untuk keperluan khusus, terutama keperluasn pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan pengaturan khusus dan mendapat izin terlebih dulu dari Deppen.

2. Era Pembaruan Tahap II (20 Agst 1986 – 20 Okt 1987).

Era ini ditandai dengan keluarnya Kepmenpen No. 167/B/KEP/MENPEN/1986 tentang penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia. Aturan baru ini sekaligus mengenalkan 5 hal baru di dunia pertelevisian Indonesia yaitu : siaran televisi, stasiun relai, antena parabola, sistem distribusi dan sistem closed circuit.

- Siaran televisi adalah siaran-siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap langsung untuk dilihat dan didengar oleh umum, melalui sistem pemancaran gelombang radio dan atau kabel maupun serat optik.

- Stasiun relai adalah stasiun yang meneruskan siaran televisi dari stasiun pemancar ke arah sasaran yang dituju.

- Antena parabola adalah perangkat telekomunikasi bukan milik TVRI atau penyelenggaran telekomunikasi untuk umum yang digunakan hanya untuk menerima siaran televisi yang dipancarkan melalui satelit.

- Sistem distribusi adalah sistem untuk menyebarluaskan siaran televisi dengan menggunakan stasiun pemancar ulang dan atau kabel maupun serat optik.

- Sistem closed sircuit adalah sistem penyiaran yang distribusinya melalui kabel dan atau serat optik untuk khalayak terbatas dalam 1 lingkungan bangunan tertentu, baik yang diterima dari acara televisi setempat dan atau melalui satelit maupun yang dihasilkan pemutaran kembali rekaman video atau film.

Meski aturan ini secara tegas menyatakan kewenangan menyelenggarakan siaran televise hanya ada pada pemerintah, tapi dalam pelaksanaannya Deppen masih dapat membenarkan partisipasi pemerintahan daerah atau instansi resmi lainnya dalam menunjang pembangunan sarana pertelevisian di Indonesia.

3. Era Pembaruan Tahap III (20 Okt 1987 – 24 Juli 1990).

Ditandai dengan keluarnya aturan main tentang Siaran Saluran Terbatas TVRI, dalam Kepmenpen RI No 190A/KEP/MENPEN/ 1987 tanggal 20 Oktober 1987. Dalam keputusan ini disebutkan Direktorat Televisi Depen selain menyelenggarakan Siaran Saluran Umum (SSU) juga memberi wewenang kepada Yayasan TVRI menyelenggarakan Siaran Saluran Terbatas (SST).

- SSU adalah siaran televisi yang ditangkap langsung oleh umum melalui pesawat penerima televisi biasa tanpa peralatan khusus.

- SST adalah siaran televisi yang hanya ditangkap pelanggan melalui pesawat penerima televisi biasa yang dilengkapi dengan peralatan khusus.

Dalam menyelenggarakan SST, sesuai kemampuan yang ada Yayasan TVRI dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan dan jangka waktu yang akan ditetapkan dalam perjanjian tersendiri. Namun pengoperasiannya tetap di bawah pengawasan dan pengendalian Yayasan TVRI. Hasil usaha SST dikelola Yayasan TVRI untukm enunjang operasional yayasan. Dalam acara SST bisa disisipkan siaranniaga atau iklan yang diutamakan untuk menunjang pembangunan nasional. Aturan ini menjadi kebijakan pertama yang memungkinkan pihak swasta melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia, atau berakhirnya monopoli TVRI dalam melaksanakan penyiaran.

Pihak swasta pertama yang diijinkan melalukan penyiaran televisi adalah adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia. Keluar izin prinsip dari DEPEN RI c.q. Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Oktober 1987 Nomor 557/DIR/TV/1987 untuk RCTI sebagai pihak swasta pertama yang diizinkan melakukan penyiaran televisi.

4. Era Pembaruan Tahap IV ( mulai 24 Juli 1990).

Era ini melatarbelakangi lahirnya empat stasiun televisi swasta, yakni SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar. Diawali dengan keluarnya Kepmenpen No 111/KEP/MENPEN/1990 tentang penyiaran televisi di Indonesia, yang kian membuka kran kemungkinan bagi pihak swasta untuk melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia.

Menyusul RCTI, secara berturut-turut kemudian izin penyelenggaraan SST diberikan kepada PT. Surya Citra Televisi (SCTV) di Surabaya dan sekitarnya pada 1 Agustus 1990 secara lokal, yang kemudian dengan keluarnya izin prinsip dari Deppen tanggal 30 Jan 1993, SCTV diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional, dengan ketentuan berkedudukan di Jakarta. Disusul kemudian keluar izin prinsip dari Deppen untuk PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia tanggal 1 Agustus 1990, dengan penyelenggaraan siaran kerjasama antara Yayasan TVRI dengan PT. CTPI tentang pelaksanaan siaran pendidikan Indonesia tanggal 16 Agustus 1990.

Izin prinsip Deppen c.q. Dirjen RTF untuk penyelenggaraan izin siaran nasional bagi PT.Cakrawala Andalas Televisi keluar pada tanggal 30 Januari 1993. Siaran nasional ANTV yang berkedudukan di Jakarta, dan merupakan siaran gabungan antara PT. Cakrawala Andalas Televisi Bandar Lampung dengan PT. Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi Palembang berlangsung setelah keluarnya izin prinsip Deppen tanggal 31 Desember 1991. Sementara itu PT. Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) adalah televisi swasta yang selanjutnya lahir yakni pada tanggal 18 Juni 1992.

Dalam penyajiannya, TVRI sebagai satu-satunya televisi saat itu bisa dibilang hanya menjadi alat propaganda atau corong pemerintah, alias public relations (PR) pemerintah. Paling tidak kkecenderungan ini tampak jelas pada masa pemerintahan Soeharto (masa Orde Baru). TVRI bisa dibilang telah gagal menjalankan peran dan misi sebagai TV publik, sebagaimana Inggris dengan BBC-nya; Jepang dengan NHK-nya; atau Australia dengan ABC-nya.

Masa Televisi Swasta

Jurnalistik televisi berkembang ketika televisi swasta pertama, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) menyajikan program berita pertamanya ”Seputar Indonesia”. Kemunculan acara ini seolah memberi warna baru dalam bentuk penyajian acara berita di televisi, dari semula condong ke Inggris (serius – “scowl… scwol… scwol…”) menjadi ke Amerika, (santai – “smile… smile…smile…” ). Sosok penyiar berita yang terkesan kaku dan serius, berubah menjadi lebih luwes, santai, tapi tetap berwibawa. Perkembangan lebih lanjut tampak jelas di awal paruh kedua era tahun 1980-an, dengan munculnya program berita ”Liputan 6 SCTV” seperti Liputan 6 pagi, Liputan 6 Siang dan Liputan 6 Petang, serta turunan program-program lainnya.

Perkembangan selanjutnya terjadi pada periode tahun 1992 – 1996. Selain RCTI dan SCTV yang telah terlebih dulu eksis, stasiun televisi Anteve kemudian muncul dengan program berita harian “Cakrawala”, stasiun televisi Indosiar muncul dengan program berita harian ”Fokus”, dan stasiun televisi TPI dengan programb erita harian ”Lintas 5”, yang kemudian disusul dengan acara-acara berita turunan lainnya.

image

Jurnalistik televisi di Indonesia makin marak ketika sejumlah televisi swasta baru bermuncul selama 8-9 tahun terakhir, seperti Trans TV, TV7, Lativi, dan Metro TV. Stasiun televisi Metro TV milik Surya Paloh, bahkan mencatat sejarah baru dalam dunia jurnalistik televisi Indonesia, yakni dengan mengkhususkan diri sebagai stasiun televisi berita pertama di Indonesia; stasiun televisi yang –saat itu-- paling mengidentifikasikan diri sebagai ”CNN-nya Indonesia”.

Kehadiran Metro TV bisa disebut sebagai lompatan awal sejarah jurnalistik televisi di Indonesia. Berbeda dengan televisi lainnya yang rata-rata hanya memproduksi program berita (talk show, news magazine, documentary, maupun bulletins) rata-rata 3-5 jam per hari, untuk berbagai jenis karya jurnalistik tersebut, Metro TV memproduksi rata-rata 13 jam per hari. Semuanya diproduksi secara in house, artinya, jika televisi lainnnya hanya mengalokasikan 15-20% durasi berita per hari, Metro TV menyajikan 70% berita per hari. 

            Perkembangan program-program berita antar stasiun televisi swasta tersebut dengan sendirinya menciptakan situasi yang sangat kompetitif. Dialektika kompetisi antarprogram berita televisi ini kemudian melahirkan beragam format, variasi content, maupun penggunaan teknologi mutakhir dalam duinia broadcasting. Penggunaan teknologi mutakhir ini misalnya ditandai dengan digitalisasi pengiriman berita melalui video News Satelite Gathering (SNG) yang lebih compact, video streaming, G Wave yang bisa dioperasikan langsung oleh seorang reporter, editing laptop yang bisa digunakan langsung oleh seorang reporter/cameraman/editor yang memiliki kemampuan multi skill yang belakangan ini diberi label video journalis (vj). Penggunaan teknologi baru ini mengurangi peran microwave yang membutuhkan waktu dan tenaga manusia yang banyak untuk memungkinkan pengiriman gambar, karena pada saat yang bersamaan para provider satelit untuk up-link juga bertumbuh sangat cepat di berbagai kawasan.

Perkembangan teknologi pemberitaan ini juga ditandai dengan modernisasi news room system yang online, seperti ANN, I-News, ENPS, dan lain-lain. Kehadiran news room system yang baru ini menggusur Newstar yang kini tidak diproduksi lagi. Dalam perkembangannya selama 2 tahun terakhir, program-program berita televisi, khususnya televisi-televisi yang kuat secara financial tampak mulai meninggalkan semua sistem analog dan manual, dengan beralih ke dalam bentuk teknologi on line yang jauh lebih canggih, ”ringkas” dan super cepat, dengan tingkat presisi teknis yang juah lebih akurat. Kehadiran virtual set juga tidak hanya akan membuat sistem studio lebih ringkas tetapi juga lebih variatif dan hidup.

Perkembangan program berita televisi ini juga ditandai dengan kemajuan baru dalam bentuk sinergi content maupun sinergi sumberdaya manusia (SDM). Sinergi content misalnya terjadi antara KoranMedia Indonesia dengan Metro TV, Kompas dengan TV7, RCTI dengan Koran Sindo, atau J-TV dengan Koran Jawa Pos Group. Selain sinergi dengan koran, juga terjadi sinergi dengan Website, WAP, video streaming melalui internet dan lain-lain. Sinergi ini akan berdampak besar dalam peningkatan kinerja jurnalistik televisi baik content, packaging, maupun teknologinya seiring dengan perkembangan IT dunia yang berkembang sangat pesat tanpa henti. Orang  akan mendekam di kamar untuk mencari berita melalui televisi, kontras dengan  10 tahun lalu, orang harus ke luar rumah untuk mencari koran agar mendapatkan berita terbaru.

Masa Reformasi Televisi

Proses produksi berita di ruang berita televisi swasta selama bulan Mei 1998 secara jelas diwarnai dan dilatarbelakangi oleh konstelasi ekonomi dan politik antar elemen yang terlibat di dalamnya. Pada awal Mei 1998, bentuk judul dan pilihan tema berita televisi swasta masih terkesan sangat hati-hati, terutama yang ukuran isinya secara tegas berlawanan dengan kebijakan pemerintahan Orba. Teks berita belum secara gamblang memberi porsi pada substansi peristiwa, melainkan hanya sebatas deskripsi peristiwa saja.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, judul dan tema berita televisi swasta baru berani menggunakan kebijakan framing dalam mengkonstruksi realitas yang terjadi dengan strategi de-legitimasi terhadap kekuasaan rezim Orba, pada minggu kedua Mei 1998. Hal ini ditandai dengan peristiwa Tragedi Mei 1998. Setelah terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998, judul dan tema berita televisi swasta saat itu mulai menunjukkan keberpihakan yang lebih jelas terhadap tuntutan gerakan reformasi. Bahkan teks televisi swasta seolah berlomba untuk tampil secara lebih jelas, gamblang dan dramatis.

Puncak keberanian penggambaran realitas melalui bentuk teks berita televisi swasta terjadi setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri yang menjadi momentum hilangnya segala pembatasan dalam memproduksi teks berita televisi swasta dalam bentuk apa pun.

Namun di masa reformasi, tekanan datang dari pemilik media melalui mekanisme market regulation untuk mengkreasi berbagai acara berita yang diinginkan oleh pasar. Karakter televisi sebagai entitas bisnis, saat ini kian mewarnai tampilan televisi. Dalam operasionalnya, televisi swasta banyak mencerminkan prinsip-prinsip ekonomi kapitalisme untuk mendorong perputaran roda ekonomi. Televisi dalam konteks ini menjadi sarana penjualan produk oleh produsen, dalam hal ini dengan melakukan proses reproduksi melalui iklan yang ditayangkan. Iklan merupakan sumber dana utama bagi televisi swasta untuk memproduksi program-program yang mengisi air-time-nya.

Pengamat pertelevisian Veven SP Wardhana menilai dari empat jenis utama siaran broadcast televisi (televisi komersial, televisi kabel, televisi pendidikan dan televisi pelayanan masyarakat), hanya dua jenis siarn televisi yang secara nyata berbisnis, yaitu televisi komersial dan televisi kabel. Definisi sederhana dari televisi berbisnis atau televisi komersial adalah menangguk pemasukan uang, bisa dari iklan atau dari pelanggan yang membayar iuran dan dekoder. ”Televisi di Indonesia pada akhir dan galibnya adalah televisi komersial. Ada bisnis di balik siaran-siarannya, macam apa pun nama dan format bisnis itu. Dia bisa bernama iklan. Dia bisa terang-terangan dia bisa diselubung-selubungkan.” (Wardhana, 1997).

Dalam perkembangannya sebanyak 11 stasiun televisi swasta saat ini terkesan menabuhkan genderang perang. Perang untuk memperebutkan kue iklan dengan menampilkan acara yang palingbanyak ditonton masyarakat. Berbagai acara diluncurkan untuk mendapatkan kue iklan. Lembaga pemeringkatan seperti AC Nielsesn pun laku keras, dan dijadikan semacam patokan bagi para pemasang iklan televisi.

Budi Utami, MSi

Istilah-Istilah Dalam Dunia Penyiaran

Sebelum membahas mengenai sistem penyiaran ada baiknya perlu memahami beberapa istilah yang terkait dengan organisasi penyiaran sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Penyiaran yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU 32/2002).

Pertama, ‘lembaga penyiaran’ ; adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pengertian lembaga penyiaran adalah sama dengan penyelenggara penyiaran. image

Kedua, ‘jasa penyiaran’ yang dalam UU 32/2002 terbagi atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi sebagaimana ketentuan pasal 13: “Jasa penyiaran terdiri atas: a) jasa penyiaran radio dan; b) jasa penyiaran televisi”. Undang-undang tidak memberi definisi mengenai apa yang dimaksud dengan jasa penyiaran, dan apa yang membedakannya antara lembaga penyiaran dan jasa penyiaran.

Ketiga, ‘stasiun penyiaran.’ Juga tidak terdapat definisi mengenai hal ini. Istilah stasiun penyiaran hanya muncul ketika undang-undang pasal 31 menjelaskan bahwa “lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal”.

Dengan demikian terdapat empat istilah dalam Undang-undang Penyiaran yaitu: lembaga penyiaran, penyelenggara penyiaran, jasa penyiaran dan stasiun penyiaran. Adanya empat istilah ini agak membingungkan dan terkesan berlebihan, tidak jelas kapan harus menggunakan salah satu istilah itu dan kapan harus menggunakan istilah yang lainnya karena pada dasarnya semuanya mengacu pada pengertian yang sama. Suatu lembaga penyiaran sudah tentu akan menyelenggarakan siaran dan menawarkan jasanya ke berbagai pihak (utamanya pemasang iklan), dan setiap lembaga penyiaran sudah pasti memiliki stasiun penyiaran.

Di Amerika Serikat, ke-empat istilah tersebut dirangkum hanya dalam satu istilah yaitu broadcast station atau stasiun penyiaran. Head-Sterling (1982) mendefinisikan stasiun penyiaran sebagai: “an entity (individual, partnership, corporation, or non-federal governmental authority) that is licensed by the federal government to organize and schedule program for a specific community in accordance with an approved plan and to transmit them over designated radio facilities in accordance with specified standars”. Artinya: “suatu kesatuan (secara sendiri, bersama, korporasi, atau lembaga yang bukan lembaga pemerintahan pusat) yang diberi izin oleh pemerintah pusat untuk mengorganisir dan menjadwal program bagi komunitas tertentu sesuai dengan rencana yang sudah disetujui dan menyiarkannya untuk penerima radio tertentu sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan”.

Definisi ini memberikan pengertian yang menunjukkan unsur-unsur elemen stasiun penyiaran yang mencakup atau meliputi: kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan menyiarkan (transmisi), bahkan juga sasaran siaran (target audien) yang ingin dituju. Definisi ini juga menunjukkan bahwa suatu stasiun siaran dapat dikelola oleh perorangan atau bersama-sama atau dikelola perusahaan atau lembaga tertentu.
Undang-undang Penyiaran tampaknya menggunakan istilah ‘stasiun penyiaran’ khusus untuk menekankan pada aspek teknik yaitu segala hal yang terkait dengan pemancaran sinyal siaran atau transmisi padahal stasiun penyiaran tidaklah selalu melulu terkait dengan masalah teknis penyiaran semata sebagaimana pengertian yang diberikan Head-Sterling tersebut di atas.

Istilah lain yang sering digunakan adalah ‘media penyiaran’. Istilah yang terakhir ini tampaknya lebih bisa diterima karena memiliki pengertian yang luas yang meliputi organisasi, kepemilikan, perijinan, fungsi, kegiatan dan sebagainya. Khusus dalam konteks ilmu komunikasi, istilah media penyiaran tampaknya lebih cocok karena media penyiaran merupakan salah satu media atau channel untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas. Mereka yang ingin mendirikan stasiun penyiaran harus terlebih dahulu memikirkan untuk membuat perencanaan stasiun penyiaran seperti apa yang akan didirikan.

Pengertian Siaran dan Penyiaran

Perkembangan teknologi komunikasi telah melahirkan masyarakat yang makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya semakin strategis, terutama dalam mengembangkan kehidupan demokratis.

Penyelenggaraan penyiaraan tentunya tidak terlepas dari kaidah-kaidah umum penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara universal. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien. Beberapa prinsip dasar teknis penyiaran yaitu jenis-jenis layanan siaran yang umumnya digunakan saat ini yang meliputi pengertian mengenai radio AM, radio FM, radio gelombang pendek (SW), televisi VHF dan televisi UHF. Namun sebelumnya perlu terlebih dahulu memahami pengertian singkat mengenai siaran, penyiaran dan hal apa saja yang menjadi syarat terjadinya penyiaran.

Kata ‘siaran’ merupakan padanan dari kata broadcast dalam bahasa Inggris. Undang-undang Penyiaran memberikan pengertian siaran sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.  image

Sementara penyiaran yang merupakan padanan kata broadcasting memiliki pengertian sebagai: kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Dengan demikian menurut definisi di atas maka terdapat lima syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Jika salah satu syarat tidak ada maka tidak dapat disebut penyiaran. Kelima syarat itu jika diurut berdasarkan apa yang pertama kali harus diadakan adalah sebagai berikut:

  1. Harus tersedia spektrum frekuensi radio
  2. Harus ada sarana pemancaran/transmisi
  3. Harus adanya perangkat penerima siaran (receiver)
  4. Harus adanya siaran (program atau acara)
  5. Harus dapat diterima secara serentak/bersamaan

Perkembangan Pertelevisian Dunia dan Nasional

Siaran pertama rapat Dewan Keamanan PBB di New York pada tahun 1946 Pasca PD II dunia terjadi PBB bersidang, seluruh dunia tumpah ruah ke New York. Tahun 1939 World’s Fair di New York terhenti karena perang. Di AS Morse, AG Bell Herbert E Ives Inggris John Logie Baird 1924. BBC – 1929 dan menetapkan hari jadinya pada tanggal 2 Nop 1936. AS utuh pasca PD II, Eropa, Asia, Afrika hancur.

Materi pidato Presiden Reagan pada perlucutan senjata yang menyudutkan Uni Soviet waktu itu, oleh NBC – ABC disiarkan langsung mengingat pentingnya berita tersebut. Berbeda halnya dengan CBS malah menyiarkan kuis- lantaran menganggap pidato Reagan biasa-biasa saja karena pidatonya sudah dibaca pimpinan redaksi. (Van Gordon Sauter) Ketika itu CBS malah menyiarkannya (pidato Presiden Reagan) di berita sore. Hal ini menunjukkan kebebasan di AMERIKA SERIKAT memang sangat melekat didalam setiap sendi kehidupan.

Berbeda lagi dengan kondisi penyiaran di Inggris, permasalahan Malvinas, BBC diboikot untuk tidak menyiarkan kekalahan itu, seperti halnya ketika Inggris mengalami kekalahan di Teruzan Suez tahun 1956 dimana pasukan Inggris disodok mundur dan itu diberitakan oleh BBC.

Kondisi ini perlu moralitas pemberitaan karena efek dari teknologi bisa jadi menggetarkan kalau faktanya diubah. Jangan sampai televisi menjadi pendukung kepentingan politik, bisnis dan nurani perlu dijunjung tinggi.

Sejarah televisi di Indonesia mulai tahun 1962, sedangkan booming Televisi mulai 1992 pada saat RCTI mengudara dengan bantuan decoder. Ketika itu Menteri Penerangan RI Maladi usul menghadirkan televisi untuk media penyiaran di Indonesia karena kekuatan media membangun pola pikir, gaya hidup, kemajuan disegala bidang dan lain sebagainya.

Siaran perdana TVRI ketika Asean Games IV 24 Agustus 1962 dengan Pemancar pertama di eks gedung Akademi Penerangan. Informasi pesanan selama 32 tahun menyebabkan TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia. Reformasi mengubah pemberitaan tidak hanya yang seremonial saja. Masyarakat bisa memilih berita di sebelas stasiun televisi. TVRI + 10 TV Swasta Nasional dan seratus lebih televisi lokal. Sehingga muncullah beraneka ragam berita dan tayangan televisi yang memberikan keleluasaan pemirsa televisi di Indonesia.

image

Adapun pemisahan era perkembangan televisi di Indonesia adalah;

Era Pembaruan Tahap I (Menata Penyelenggaraan Siaran Televisi).

Pada tanggal 3 Mei 1971 Penyelenggaraan siaran Televisi di Indonesia, wewenang ada di pemerintah/Departemen Penerangan RI. Pembangunan stasiun relay dikembangkan diseluruh wilayah Indonesia untuk memberikan pemerataan informasi di tanah air.

Dikenal pula munculnya Closed circuit television (CCTV)- untuk keperluan khusus izin Departemen Penerangan RI bertahan 15 tahun sampai 20 Agustus 1986.

Era Pembaruan Tahap II. (Aturan Baru)

Keputusan Menpen RI No 167/B/KEP/MENPEN/1986 tentang penyelenggaraan siaran televisi Indonesia 20 Agustus 1986, menghapus aturan lama, yaitu;

1. Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat.

2. Perkembangan televisi Indonesia harus terintegrasi dengan pembangunan di segala bidang.

3. Sebelum ada UU perlu penyempurnaan wewenang dan kebijaksanaan tentang siaran televisi diseluruh Indonesia.

Keputusan Presiden 215 tahun 1963 tidak ada pengaturan tentang materi siaran. Dengan Keputusan Menteri (kewenangan ada di Deppen dan Pemda) diperkenalkan lima hal baru yakni;

1. Tentang siaran televisi (siaran televisi-siaran-gambar dan suara diterima masyarakat),

2. Stasiun relay (meneruskan siaran),

3. Antena parabola (perangkat telekomunikasi bukan milik TVRI penerima siaran yang dipancarkan lewat satelit),

4. Sistem distribusi (sistem penyebarluasan siaran lewat pemancar ulang atau serat optic) dan

5. Sistem closed circuit (siaran terbatas lewat kabel atau bangunan tertentu).

Era Pembaruan Tahap III. (Siaran saluran terbatas)

Aturan siaran saluran terbatas TVRI, SK MENPEN 20 Oktober 1987;

1. Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, dana pembangunan terbatas, perlu peninjauan program siaran.

2. Guna menunjang pembangunan dirasa perlu menambah siaran dengan saluran terbatas, perubahan sikap bahwa Direktur Televisi, Departemen Penerangan RI disamping menyelenggarakan siaran saluran umum (SSU), juga memberikan wewenang kepada Yayasan TVRI untuk menyelenggarakan Siaran Saluran Terbatas (SST). TVRI berhak kerjasama dengan pihak swasta maka lahirlah RCTI Rajawali Citra Televisi Indonesia dan berakhirlah monopoli TVRI. 28 Oktober 1987.

Era Pembaruan Tahap IV. (Lahirnya SCTV, TPI, Antv dan Indosiar).

Lahirnya SK Mentri Penerangan RI no III/KEP/MENPEN/1990 tentang penyiaran televisi di Indonesia pada 24 Juli 1990 membuka kran lahirnya SCTV,TPI,ANTV dan Indosiar. Terdapat 3 aturan pertimbangan yang memberikan nilai positif dari SK mentri tersebut;

- Kemampuan penyebaran yang lebih cepat dan lebih berdaya guna dalam pembangunan bangsa.

- Pembangunan bangsa mendorong tumbuh kembangnya televisi.

- Perkermbangan dunia pertelevisian harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dannegara.

REFORMASI

Setelah lahirnya ANTV terjadi peralihan kekuasaan di Indonesia dengan lengsernya Presiden Soeharto dan digantikan Presiden BJ Habibie, munculah regulasi baru di bidang pengelolaan informasi dan komunikasi. Puncaknya pada pemerintahan Gus Dur Departemen Penerangan dilikuidasi dan berdirilah beberapa televisi swasta

baru lainnya yakni Metro TV, Trans TV, Lativi, Global TV, TV -7.

Perkembangan stasiun televisi swasta menyebabkan saluran televisi lebih banyak sangat dibutuhkan karena ancaman transnasional televisi lewat parabola dan tumbuhnya bisnis penyewaan video-pemancar televisi ilegal-perlu program televisi alternatif di luar TVRI untuk acara yang bersifat hiburan. Perlu arena promosi untuk produk barang dan jasa melalui televisi swasta. Atas dasar pemikiran tadi muncullah tiga stasiun swasta, RCTI, di Jakarta dan Bandung, SCTV di Surabaya dan Denpasar, dan TPI di Jakarta dengan menggunakan saluran TVRI pada pagi hari yang menyiarkan program ke seluruh Indonesia.

Pada saat itu iklan 20 % waktu siaran diterima televisi swasta sebagai pendukung dana operasional sedangkan investor asing dilarang masuk untuk menanamkan modal. Selanjutnya televisi swasta menyerahkan 12.5% perolehan bersih ke TVRI setiap tahun.

INDUSTRI TELEVISI

Suatu pengantar untuk mengetahui peta industri pertelevisian nasional tahun 2011 ini dan dampaknya bagi para jurnalis atau pekerja televisi lainnya. Sehingga perlu kiranya dijabarkan kondisi peta kekuatan bisnis para konglomerat dalam menjalankan bisnis media penyiaran di Indonesia.

Industri televisi lahir dari entitas lingkungan, entitas bisnis, entitas sosial, entitas budaya sekaligus merupakan sebuah entitas politik. Adapun agar lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut;

- Entitas bisnis – padat modal satu jam penyiaran Rp 80 - 150 juta sehari, sehingga untuk setiap bulan pembiayaan mencapai Rp 100 – 800 milyar. Sebagai sarana promosi, sarana pelengkap, sarana bisnis yang bisa menjadikan televisi juga sebagai industri padat modal yang mengiurkan

- Entitas Sosial

Mendapatkan dukungan masyarakat dari program tayangan. Kalau sudah tak ditonton lagi maka tak mendapatkan dukungan masyarakat. Tetapi kalau mendapatkan perhatian masyarakat bisa menjadi lahan bisnis yang menarik.

- Entitas Budaya

Turut berperan dalam mewujudkan majunya sebuah budaya, sekaligus mempengaruhi kemundurannya. Alat transnformasi budaya, toleransi, dan sangat menghargai multikultural. Tepa salira.

- Entitas Politik

Memiliki kemampuan kuat mempengaruhi masyarakat dan membentuk opini publik. Menjadi sarana kuat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.

Pada era orde baru informasi berita radio dan televisi hanya dapat diterima melalui RRI dan TVRI. Artinya radio dan televisi swasta harus merelay siaran berita dari RRI dan TVRI seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini menyebabkan kreativitas dari informasi dan kemasan siaran berita dibatasi. Namun keuntungan Kebijakan “Satu Pintu” pada siaran berita juga mampu menghasilkan beberapa hal berikut ini;

• Pemerintah mampu melakukan kontrol sepenuhnya atas konten (content) seluruh isi siaran, baik informasi maupun hiburan.

• Pemerintah membiayai pembangunan dan pengembangan infrastrukturnya, setidaknya ini menjamin operasional TV secara lebih aman.

• Pemerintah mampu melakukan komunikasi politik yang efektif karena stasiun TV tersebar di wilayah yang luas.

Kebijakan Revolusioner untuk dunia penyiaran televisi terjadi pada akhir tahun 1980 an. Hal ini terjadi karena lingkungan dinegara ASEAN juga mengalami dampak perkembangan serupa, yaitu;

• Tahun 1989 pemerintah mengeluarkan kebijakan revolusioner: membolehkan berdirinya sebuah stasiun televisi swasta.

• Pada awalnya berdirinya RCTI pada 24 Agustus 1989 tidak dianggap sebagai pesaing TVRI karena banyak batasan dikenakan kepada RCTI.

• RCTI pada awalnya jadi stasiun TV berlangganan (harus dengan dekoder) dengan wilayah siaran DKI saja.

• Lama-kelamaan RCTI menjadi stasiun televisi umum serupa dengan TVRI dan bersaing juga dengan TVRI.

• TV swasta lain ikut berdiri dan tidak bisa dicegah lagi hingga menjadi 5 TV stasiun swasta (RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, An-Teve)

Perkembangan dunia penyiaran televisi di Indonesia sangat cepat menjadi suatu industri yang sangat mengiurkan para pemilik modal untuk berinvestasi. Media Televisi menjadi Industri besar ditopang dengan kondisi pemerintah yang mudah dipengaruhi serta peraturan perundang-undangan yang diabaikan.

Peraturan perundang-undangan yang susah payah dan memakan biaya besar akhirnya kandas juga pada implementasinya, ketika berhadapan dengan kekuatan konglomerasi yang sangat solid melindungi kepentingan bisnisnya. Adapun berikut ini media televisi sebagai industri berciri khas seperti ini;

• Perusahaan siaran televisi harus berbentuk sebuah perusahaan swasta.

• Stasiun televisi harus menghidupi sendiri biaya operasional dan siaran.

• Stasiun televisi harus membangun sendiri infrastrukturnya: menara siaran serta jaringan siarannya.

• Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator dibantu sebuah lembaga pengawas isi siaran yang independen.

Apabila kita perbandingkan perbedaan Wartawan di Amerika Serikat dengan Wartawan di Indonesia bentuknya, wartawan di Amerika Serikat mendapatkan hak dan memiliki persyaratan;

• Wartawan harus independen.

• Pemilik stasiun atau jaringan bisa menetapkan kebijakan yang harus diikuti oleh redaksi.

• Wartawan tergabung dalam serikat pekerja.

• Wartawan dilindungi oleh Organisasi wartawan

Sedangkan Wartawan di Indonesia mendapatkan hak dan memiliki persyaratan;

• Wartawan harus independen.

• Pemilik stasiun atau jaringan bisa menetapkan kebijakan yang harus diikuti oleh redaksi.

• Umumnya serikat pekerja ditolak oleh pemilik TV.

• Wartawan bisa menjadi anggota organisasi wartawan, tetapi bebas

Kondisi sistem penyiaran televisi di Indonesia sangat berpihak dan menguntungkan para konglomerat yang memiliki kekuatan besar di pusat bisnis atau ibukota Negara. Para pemilik modal/konglomerat melakukan penggabungan kekuatan modal dan sumber daya manusia sebagai konglomerasi media yang masing-masing memiliki basic tujuan untuk menguasai beragam kepentingan.

image

Apabila dilihat dari sejarah dan kedekatan unsur bisnisnya, maka terbentuk pengelompokan bisnis/konglomerasi pada beberapa stasiun televisi yang sesuai pula dengan perkembangan teknologi digital yang menuntut investasi bisnis menjadi berlipat ganda. Tiga Format Konglomerasi Media yang saat ini ada di Indonesia adalah;

1. Pengusaha yang mengembangkan bisnis media sebagai lini utama usahanya. Bila ada usaha dalam grup maka itu hanya sebagai portofolio. Hary Tanoesudibjo, nomor 33 orang terkaya Indonesia Pengusaha pasar modal yang tidak terkenal tahun 1997. Tahun 2004 mengambilalih perusahaan Bimantara dan menjadi pemegang saham mayoritas. Mengambilalih Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan membangun Global TV serta disatukan dibawah bendera MNC.

2. Pengusaha yang menjadikan usaha di media elektronika sebagai bagian dari berbagai usaha lain yang sudah dimilikinya. Contoh; Drg. Chairul Tanjung mendirikan Trans-TV tanpa pengetahuan mendasar televisi.Menentukan sendiri program dan acara Trans-TV secara detail. Orang nomor 11 terkaya di Indonesia

3. Pengusaha cum politisi yang menempatkan modal di bisnis media elektronika sebagai alat untuk interes dan visi politiknya. Orang Terkaya Indonesia Nomor 10, Ir. Aburizal Bakrie adalah penerus kelompok dagang Bakrie & Brothers. Pada tahun 1998 mendirikan Andalas Televisi Indonesia yang berkedudukan di Lampung. Tahun 2008 bersama sejumlah kompanyon membeli Lativi dari pengusaha Abdul Latief dan mengubahnya menjadi TV-One. Kini dijalankan oleh anaknya Anindya Bakrie

Kesimpulan yang dapat diambil dari berkembangnya industri media penyiaran televisi di Indonesia adalah sebagai berikut;

  • Media elektronika, terutama televisi, menjadi bisnis yang paling berkembang selama satu dekade terakhir di Indonesia. Industri adalah kata yang tepat menggambarkan bagaimana perputaran uang besar membuatnya jadi incaran pengusaha.
  • Agar fungsinya sebagai industri terpenuhi, maka pendapatan iklan adalah satu-satunya sumber yang harus terus dikembangkan atau setidak-tidaknya dipertahankan.
  • Karena daya pengaruhnya yang besar, TV menjadi sumber informasi pertama bagi kebanyakan masyarakat Indonesia mengalahkan koran dan radio.
  • Bagi kebanyakan masyarakat, siaran televisi adalah alat hiburan utama karena sifatnya yang gratis dan variatif.
  • TV swasta bisa tetap hidup karena terus bergerak secara inovatif dalam merancang berbagai program acara.

Forum Multimedia Edukasi www.formulasi.or.id
Forum Multimedia Edukasi www.formulasi.or.id

Kategori